đź’Ľ OFFERING LETTER: SURAT CINTA ATAU PERJANJIAN YANG MENGIKAT?

Penulis: Amir Hamzah, Sekjend NHRI

7/17/20252 min read

Dear HRD, pernahkah Anda naksir seseorang lalu kirim surat cinta?

Begitulah kira-kira posisi offering letter dalam dunia kerja—ia ibarat surat cinta awal dari perusahaan ke calon karyawan. Tapi pertanyaannya, apakah surat cinta ini bisa menyeret ke meja hukum jika hubungan kandas sebelum janur kuning berkibar (alias kontrak kerja ditandatangani)?

Jawabannya: bisa iya, bisa tidak. Tergantung niat dan isinya.

📌 Offering Letter: Bukan Hanya Formalitas

Banyak perusahaan mengira offering letter hanyalah pembuka jalan. Padahal, kalau sudah memuat:

  • posisi pekerjaan,

  • gaji & tunjangan,

  • tanggal mulai kerja,

  • dan… (ini penting) sudah ditandatangani kedua belah pihak,

    maka ia sah dianggap sebagai embrio dari perjanjian kerja. Dan di Indonesia, embrio ini bisa tumbuh jadi kasus hukum yang sehat walafiat bila tidak ditangani dengan cermat.

📚 Dasar Hukumnya? Bukan Sekadar Ngopi-ngopi

Menurut Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan (yang sekarang dirujuk ke UU Cipta Kerja & PP 35/2021), hubungan kerja itu bisa muncul tanpa menunggu PKWT atau PKWTT ditandatangani—asalkan ada kesepakatan kerja, upah, dan perintah.

Nah, offering letter yang sudah “matang”—alias berisi semua unsur itu—bisa dijadikan bukti hubungan kerja di hadapan Dinas Tenaga Kerja atau bahkan di sidang PHI.

⚠️ Risiko Jika HR Ceroboh:

Bayangkan ini:

Seorang calon karyawan sudah resign dari pekerjaan lama, tanda tangan offering letter, beli kemeja baru, siap berangkat kerja, eh… tiba-tiba perusahaannya bilang

“Maaf, posisi Anda dibatalkan. Kami berubah pikiran.”

Maka bersiaplah, HR dan perusahaan bisa:

  • diadukan ke Disnaker,

  • dituntut atas dasar wanprestasi atau kerugian material,

  • bahkan dianggap melakukan PHK sebelum hari pertama kerja (baca: Pasal 61A PP 35/2021).

    Lha, belum ngantor saja sudah bisa kena PHK, kan absurd?

âś… Tips Aman dari NHRI:
  1. Gunakan redaksi yang elegan tapi aman, contoh:

    “Offering ini bersifat penawaran awal dan tidak menciptakan hubungan kerja sampai perjanjian kerja ditandatangani.”

  2. Jangan overpromise—hindari menjanjikan hal-hal yang belum final.

  3. Berikan batas waktu berlaku, misal: “Surat ini berlaku selama 5 hari sejak tanggal terbit.”

  4. Jangan kirim offering letter kalau masih galau! HR juga manusia, tapi hukum tidak menerima alasan “baper”.

✍️ Kesimpulan dari Sekjend NHRI:

“Offering letter bisa jadi surat cinta yang berbunga-bunga… atau bisa juga jadi surat tuntutan kalau main-main di awal.”

Karena itu, sebagai HR profesional:

🔹 Perlakukan setiap dokumen dengan hormat.

🔹 Jangan menyepelekan detail.

🔹 Dan pastikan ada perlindungan hukum bagi perusahaan maupun kandidat.

📬 NHRI siap bantu HR se-Indonesia memahami dunia kerja dengan lebih logis, legal, dan… sedikit lucu.

Kalau Anda butuh template offering letter yang aman secara hukum namun tetap humanis, hubungi NHRI sekarang. Jangan tunggu surat panggilan dari Disnaker dulu baru panik.